Sebenarnya
saya bukanlah orang yang selalu mengikuti perkembangan “K-Pop” dan drama Korea
sehingga saya pribadi tidak pernah mengimpikan untuk mengunjungi negara
tersebut.
Saya justru sangat tertarik pada negara Turki karena pada saat itu, tahun 2016, “sinetron-sinetron Turki” sangat menjamur di stasiun televisi Indonesia.
Turki juga merupakan negara di Eropa Timur yang menyimpan banyak tempat-tempat bersejarah yang menggambarkan dengan jelas peradaban dan kejayaan Islam di Eropa.
But, apa yang kita inginkan tidak harus kita dapatkan saat itu juga.
Saya justru sangat tertarik pada negara Turki karena pada saat itu, tahun 2016, “sinetron-sinetron Turki” sangat menjamur di stasiun televisi Indonesia.
Turki juga merupakan negara di Eropa Timur yang menyimpan banyak tempat-tempat bersejarah yang menggambarkan dengan jelas peradaban dan kejayaan Islam di Eropa.
But, apa yang kita inginkan tidak harus kita dapatkan saat itu juga.
Sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya
bahwa saya bukanlah “Pencinta Korea”.
Namun, saya juga menyukai (masih menyukai) drama-drama Korea tempo doloe, kalau drama Korea atau artis-arti K-Pop yang sedang happening saya tidak tahu sama sekali.
Saya sih “ketinggalan” untuk hal-hal yang berkaitan dengan dunia entertainment Korea Selatan.
Jujur, saya hanya menonton & mengetahui drama Korea yang pernah ditayangkan di stasiun televisi Indonesia, seperti:
Namun, saya juga menyukai (masih menyukai) drama-drama Korea tempo doloe, kalau drama Korea atau artis-arti K-Pop yang sedang happening saya tidak tahu sama sekali.
Saya sih “ketinggalan” untuk hal-hal yang berkaitan dengan dunia entertainment Korea Selatan.
Jujur, saya hanya menonton & mengetahui drama Korea yang pernah ditayangkan di stasiun televisi Indonesia, seperti:
Endless Love (dibintangi
oleh aktris Song Hye Kyo), All About Eve (dibintangi oleh aktris Chae Rim),
Boys Before Flowers (dibintangi oleh aktor Lee Min Hoo).
Sekarang percaya kan kalau saya “betul-betul Jadul” mengenai Korea Selatan?
Baiklah, tarik nafas dulu.
Kisahnya bakalan panjang nih ... (hehe)
Perjalanan saya menuju Negeri Oppa tidak pernah saya impikan apalagi sampai saya rencanakan.
Semuanya berawal dari sebuah mata kuliah yang bernama “Pragmatik”.
Secara sederhana, pragmatik adalah bidang ilmu yang mengkaji keterkaitan antara teks & konteks.
“Suatu
kata tidak bisa kita maknai secara utuh jika kata itu tidak berada dalam
konteks tertentu”, mungkin itulah kalimat sederhana yang bisa mewakili “isi”
dari bidang keilmuan ini.
Menurut saya mata kuliah ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi + diampuh oleh dosen yang perfeksionis.
MK ini diampuh oleh Prof, Dr. H. Lukman, M.S & Dr. Gusnawaty Anwar, M. Hum.
Kedua dosen tersebut berkesan bagi saya karena masing-masing memiliki pembawaan yang berbeda dalam menyampaikan materi.
Namun, soal kualitas, keduanya tidak perlu diragukan lagi. Ini bukan memuji, melainkan kenyataan.
So, saya tidak pernah menyangka tugas
lapangan yang diberikan oleh Ibu Gusnawaty memiliki “tujuan mulia” di dalamnya.
Saya masih ingat dengan jelas, saat itu saya & teman-teman prodi bahasa Indonesia angkatan 2014 yang hanya berjumlah 9 orang termasuk saya sendiri diberikan kesempatan untuk memilih topik yang akan dijadikan bahan penelitian pragmatik.
Pascasarjana Unhas Jurusan Bahasa Indonesia Angkatan 2014
Saya lupa topik yang masing-masing dipilih oleh rekan-rekan lainnya.
(Saya hanya ingat bahwa rekan saya yang bernama Andi Meirling memilih tema yang mirip dengan pilihan saya).
Bagaimana dengan saya sendiri?
Saya ternyata tidak mendapat pilihan karena semua pilihan sudah diambil oleh rekan-rekan lainnya.
Saya dapat “sisa”, yaitu topik “Menolak”.
Bagaimana perasaan saya saat itu?
Awalnya biasa saja karena saya sendiri belum mendapatkan bayangan mengenai hal-hal yang harus saya lakukan & apa yang akan terjadi di lapangan nanti.
Hal yang membuat saya deg-degan adalah waktu yang diberikan untuk setiap mahasiswa hanya satu minggu & saya sudah tahu bagaimana perfeksionisnya Ibu Dosen saya ini.
Namun, saya bersyukur lagi karena saya
bukanlah mahasiswa yang mendapat giliran pertama untuk mempresentasikan makalah
penelitian pragmatik tersebut.
Artinya, saya memiliki waktu & kesempatan yang lebih luang untuk mengerjakan tugas kuliah tersebut.
Saat akan memulai mengerjakan tugas “Menolak” tersebut saya berprinsip bahwa saya harus merencanakan semua dengan matang & mengerjakannya dengan tulus-ikhlas, dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya.
Saya tidak peduli jika harus begadang, asalkan bisa mempresentasikan hasil penelitian yang berkualitas.
Hasil yang akan saya dapatkan nanti bukan hanya pada persoalan “NILAI AKHIR” mata kuliah tersebut, melainkan bagaimana saya menilai, mengukur, dan merepresentasikan diri saya melalui proses yang saya jalani untuk mendapatkan data kebahasaan yang jujur apa adanya.
Artinya, saya memiliki waktu & kesempatan yang lebih luang untuk mengerjakan tugas kuliah tersebut.
Saat akan memulai mengerjakan tugas “Menolak” tersebut saya berprinsip bahwa saya harus merencanakan semua dengan matang & mengerjakannya dengan tulus-ikhlas, dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya.
Saya tidak peduli jika harus begadang, asalkan bisa mempresentasikan hasil penelitian yang berkualitas.
Hasil yang akan saya dapatkan nanti bukan hanya pada persoalan “NILAI AKHIR” mata kuliah tersebut, melainkan bagaimana saya menilai, mengukur, dan merepresentasikan diri saya melalui proses yang saya jalani untuk mendapatkan data kebahasaan yang jujur apa adanya.
Hasil tidak
pernah mengkhianati usaha, kan?
Dalam blog ini, secara khusus saya
menyampaikan ucapan terima kasih secara tertulis kepada Kak Rahmawati yang
bersedia menemani saya menjelajahi satu fakultas ke fakultas lainnya hingga
adzan maghrib bersenandung.
Kami berkeliling membagikan kuesioner kepada mahasiswa-mahasiswa bersuku Bugis-Makassar (penelitian dibatasi tentang bagaimana cara mahasiswa suku Bugis-Makassar menolak permintaan seseorang).
Saya sangat bersyukur kepada Allah Swt., karena diberikan teman yang mau membantu meskipun tidak membawa keuntungan sama sekali pada dirinya.
Benarlah ungkapan bijak yang berbunyi,
Kami berkeliling membagikan kuesioner kepada mahasiswa-mahasiswa bersuku Bugis-Makassar (penelitian dibatasi tentang bagaimana cara mahasiswa suku Bugis-Makassar menolak permintaan seseorang).
Saya sangat bersyukur kepada Allah Swt., karena diberikan teman yang mau membantu meskipun tidak membawa keuntungan sama sekali pada dirinya.
Benarlah ungkapan bijak yang berbunyi,
“Sahabat adalah
kado yang kamu berikan kepada dirimu
sendiri”
Kak Rahmawati (Paling kanan "jilbab biru") 💗
Setelah rekan saya Andi Meirling (Amel) mempresentasikan penelitian “Melarangnya”,
tibalah giliran saya & betapa bersyukurnya saya karena mendapat apresiasi
yang cukup baik dari Ibu Gusnawaty.
Namun, sebagaimana yang saya ungkapkan sebelumnya, ini bukan persoalan nilai, melainkan rasa kepuasaan karena sudah berusaha semaksimal mungkin menjalani & mengerjakan tugas kuliah ini.
Saya lupa semester berapa saya mengikuti mata kuliah ini.
Setelah mata kuliah Pragmatik ini berakhir, saya pun tidak mengingat-ngingat lagi kesulitan & tantangan yang saya rasakan saat menjalaninya.
Hingga di suatu malam, Ibu Gusnawaty menelpon saya & mengatakan,
Ternyata hasil penelitian MK Pragmatik “Menolak” dikirim diam-diam oleh Ibu Gusnawaty ke Universitas Sogang, Seoul, Korea Selatan untuk diseminarkan.
Setelah disetujui & mendapat undangan dari universitas tersebut, barulah beliau menyampaikanya kepada saya.
Mata kuliah ini pun saya akhiri dengan
memeroleh nilai “A”.
Namun, sebagaimana yang saya ungkapkan sebelumnya, ini bukan persoalan nilai, melainkan rasa kepuasaan karena sudah berusaha semaksimal mungkin menjalani & mengerjakan tugas kuliah ini.
Saya lupa semester berapa saya mengikuti mata kuliah ini.
Setelah mata kuliah Pragmatik ini berakhir, saya pun tidak mengingat-ngingat lagi kesulitan & tantangan yang saya rasakan saat menjalaninya.
Hingga di suatu malam, Ibu Gusnawaty menelpon saya & mengatakan,
“Ifa, apakah kamu mau ke Korea?”
Wah, perasaan saya campur aduk.
Ternyata hasil penelitian MK Pragmatik “Menolak” dikirim diam-diam oleh Ibu Gusnawaty ke Universitas Sogang, Seoul, Korea Selatan untuk diseminarkan.
Setelah disetujui & mendapat undangan dari universitas tersebut, barulah beliau menyampaikanya kepada saya.
Selanjutnya, malam itu juga, Amel
menghubungi saya & dia mendapat kabar yang serupa. Perasaannya tidak jauh
berbeda dengan saya rasakan “surprise”.
Ibu Gusnawaty langsung mengirimkan undangan presentasi dari Universitas Sogang ke email kami masing-masing.
Ibu Gusnawaty langsung mengirimkan undangan presentasi dari Universitas Sogang ke email kami masing-masing.
Berikutnya, setelah mengurus hal-hal
teknis, seperti membuat passport & visa (ini perjalanan pertama saya ke luar negeri), dan hal-hal
lainnya.
Saya, Amel, Ibu Gusnawaty, dan juga Prof. Lukman (yang juga mendapat undangan dari Universitas Sogang) berangkat ke Korea pada tanggal 24 Agustus 2016.
Kami berangkat dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar & transit terlebih dahulu di Jakarta kemudian menuju Seoul, Korea Selatan.
Kalau tidak salah perjalanan yang ditempuh sekitar 7-8 jam hingga tiba di negeri Oppa. Ini foto saya ketika tiba di salah satu bandara terbaik dunia, “Incheon Airport”.
Saya, Amel, Ibu Gusnawaty, dan juga Prof. Lukman (yang juga mendapat undangan dari Universitas Sogang) berangkat ke Korea pada tanggal 24 Agustus 2016.
Kami berangkat dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar & transit terlebih dahulu di Jakarta kemudian menuju Seoul, Korea Selatan.
Kalau tidak salah perjalanan yang ditempuh sekitar 7-8 jam hingga tiba di negeri Oppa. Ini foto saya ketika tiba di salah satu bandara terbaik dunia, “Incheon Airport”.
Ada
fasilitas minum gratisnya
Saat
tiba di bandara tersebut kami langsung menuju hotel Lotte (biaya penginapannya
ditanggung oleh Universitas Sogang).
Sebenarnya, baik itu saat di bandara Incheon hingga perjalanan menuju hotel Lotte, saya & Amel saling berbisik-bisik karena sepertinya orang-orang Korea sering menatap kami (geer alias gede rasa).
Menurut saya, hal itu terjadi karena penampilan kami yang berbeda dari orang-orang Korea kebanyakan. Hehe … itu hal yang wajar, biasa saja :D Jangan dimasukkan ke dalam hati.
Ini foto kami di depan hotel Lotte.
Sebenarnya, baik itu saat di bandara Incheon hingga perjalanan menuju hotel Lotte, saya & Amel saling berbisik-bisik karena sepertinya orang-orang Korea sering menatap kami (geer alias gede rasa).
Menurut saya, hal itu terjadi karena penampilan kami yang berbeda dari orang-orang Korea kebanyakan. Hehe … itu hal yang wajar, biasa saja :D Jangan dimasukkan ke dalam hati.
Ini foto kami di depan hotel Lotte.
Potret saya sebelum berangkat seminar ke Sogang University bersama
Ibu Gusnawaty
bersama Andi Meirling (Amel)
Pemandangan di luar hotel
Secara pribadi, saya memaknai perjalanan ini sebagai “hadiah kecil”
dari Allah Swt., yang sudah dituliskan di Lauhul Mahfudz.
Garis kehidupan saya sudah ditetapkan bahwa saya akan melakukan perjalanan ke Korea Selatan bersama dengan orang-orang yang juga sudah dipilih oleh Allah.
Seandainya (hanya seandainya) saya bisa memilih, tentu saya akan memilih negeri impian saya di Eropa Timur, yaitu Turki.
Namun, ternyata Allah memilihkan saya sebuah tempat di Asia Timur untuk dikunjungi.
Mungkin, Allah Swt., ingin saya melihat sesuatu di sana & mengambil pelajaran hikmah dari perjalanan singkat tersebut.
Garis kehidupan saya sudah ditetapkan bahwa saya akan melakukan perjalanan ke Korea Selatan bersama dengan orang-orang yang juga sudah dipilih oleh Allah.
Seandainya (hanya seandainya) saya bisa memilih, tentu saya akan memilih negeri impian saya di Eropa Timur, yaitu Turki.
Namun, ternyata Allah memilihkan saya sebuah tempat di Asia Timur untuk dikunjungi.
Mungkin, Allah Swt., ingin saya melihat sesuatu di sana & mengambil pelajaran hikmah dari perjalanan singkat tersebut.
Saya berpikir bahwa orang lain yang sudah
sering melakukan perjalanan ke berbagai negara, maka mengunjungi Korea Selatan bukan
hal yang luar biasa atau “prestisius”.
Dalam hal ini saya lebih menekankan pada proses yang sudah saya lalui sehingga bisa menginjakkan kaki saya di Negeri Ginseng tersebut.
Kalau ini hanya sekadar liburan biasa, saya agak ragu apakah ayah & ibu mau mengizinkan saya mengorek-ngorek isi tabungan.
Ini bukan hanya sekadar perjalanan akademik atau liburan, melainkan sebuah perjalanan religi.
Baca Juga:
Dalam hal ini saya lebih menekankan pada proses yang sudah saya lalui sehingga bisa menginjakkan kaki saya di Negeri Ginseng tersebut.
Kalau ini hanya sekadar liburan biasa, saya agak ragu apakah ayah & ibu mau mengizinkan saya mengorek-ngorek isi tabungan.
Ini bukan hanya sekadar perjalanan akademik atau liburan, melainkan sebuah perjalanan religi.
Baca Juga:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” (Al Mulk: 15).
#Hanya ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman
hidup
Comments
Post a Comment