Skip to main content

Jalan-Jalan ke Korea (Part 3)

Wara-Wiri ke Museum Korea & Seoul Tower

Pada tulisan sebelumnya "Seminar di Universitas Sogang", saya sudah mengungkapkan bahwa perjalanan ke Negeri Ginseng hanyalah sebuah short trip, maka kunjungan saya ke berbagai tempat wisata di Korea pun sangat terbatas. 

Adapun beberapa tempat yang sempat saya kunjungi, antara lain:



 National Palace Museum of Korea 
Seoul Tower 
Korean Folk Village
Hankuk University
 Pasar Tradisional di Korea 
(lupa nama pasarnya) 

Sebelum berangkat ke Korea, sebenarnya saya cukup sering mencari info mengenai Negeri Oppa tersebut via Eyang Google


Mulai dari letak geografisnya, musimnya, wisata favorit, hingga karakter orang-orangnya. 


Saya penasaran terhadap Negeri Ginseng tersebut & saya sendiri baru pertama kali bepergian ke luar negeri.

Saya merasa cukup beruntung karena Andi Meirling (Amel), teman seperjalanan saya merupakan penggemar drama Korea. Jadi, info yang ia miliki tentu lebih terupdate. 

Sebagai salah satu negara di Asia Timur, Negeri Oppa pastinya memiliki 4 musim sebagaimana halnya Cina & Jepang. 


Saya berangkat ke Negeri Ginseng pada minggu terakhir di bulan Agustus 2016 (tepatnya 24 Agustus). 


Masih jelas dalam ingatan ketika berada di Hotel Lotte, Seoul. 


Waktu itu angin berhembus sangat kencang, udara betul-betul dingin saat malam hari, padahal waktu itu masih tergolong musim panas (katanya sih peralihan ke musim semi). 

Namun, saya bersyukur karena bukan salju (meskipun sebenarnya saya sangat ingin melihat salju) yang menjemput kami dalam short trip tersebut. 


Seandainya saat itu musim salju tentu ada biaya tambahan untuk membeli jaket/pakaian tebal + kondisi fisik saya yang tidak terbiasa & memang tidak tahan dengan udara dingin.

So, setelah melaksanakan seminar di Universitas Sogang, saya, Amel, Ibu Gusnawaty, dan Prof. Lukman & istri beliau kembali ke Hotel Lotte ...

Esok paginya kami bertemu kembali dengan Ibu Ery Iswary (dosen Unhas yang bertugas di Universitas Hankuk) untuk berwara-wiri di Kota Seoul. 

Setelah menggunakan subway, kami akhirnya tiba di “National Palace Museum of Korea”. Ini foto kami di tempat wisata populer tersebut.

Prof Lukman & istri, Ibu Gusnawaty, Ibu Ery, Saya & Amel di depan pintu masuk Museum Nasional Korea

Kami bertemu dengan mahasiswa Cina yang memakai pakaian khas Korea, Hanbok. Awalnya saya pikir mereka mahasiswa Korea :D 

Berhubung harga sewa baju tersebut cukup mahal (serius), akhirnya kami meminta berfoto saja dengan mahasiswa-mahasiswa ramah tersebut.

Alhamdulillah, berfoto ria bersama mahasiswa-mahasiswa asal Cina yang sangat ramah

Kami juga tidak melewatkan kesempatan untuk masuk ke museum tersebut & diperbolehkan mengambil beberapa foto. 

Namun, tidak boleh menyalakan blitz kamera/handphone. Pencahayaan di dalam museum juga sangat "minimalis".

 
Patungnya benar-benar hidup  

Asyik sendiri 

Selanjutnya, setelah mengunjungi museum, kami melanjutkan wara-wiri ke pasar tradisional Korea (maaf teman-teman, saya lupa nama pasarnya). 

Saya tidak sempat berfoto ria di pasar tersebut karena saat itu hujan turun cukup deras (suasananya mirip sekali saat di Indonesia), bahkan suasana pasarnya pun bisa dikatakan “11-12” dengan pasar central “pasar rakyat” yang ada di Makassar. 


Saya sangat senang karena di pasar tersebut, saya bertemu dengan orang-orang Indonesia,  mulai dari TKI hingga pedagang asli Indonesia.

Saya menduga orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Korea Selatan juga sering melancong ke pasar tradisional tersebut. 

Para pedagang Korea cukup sering menegur kami dengan menggunakan bahasa Indonesia yang lumayan fasih, seperti: 



“Apa kabar”, 
“Selamat datang”, 
“Ayo singgah”, 
“Murah-murah”. 

Bahkan, saat saya membeli baju untuk oleh-oleh, pedagang tersebut bisa mengucapkan angka 1-10 versi bahasa Indonesia. 


So, saya tidak terlalu kesulitan untuk bertransaksi dengan pedagang tersebut. Sepertinya bahasa Indonesia & orang Indonesia cukup populer di Korea Selatan. Hehe …

Setelah membeli baju, Amel mengajak saya ke Toko Missha, yaitu toko kosmetik yang cukup terkenal di Korea & di Indonesia. 

Teman-teman, saya membeli masker wajah yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan yang harganya lumayan murah untuk oleh-oleh saudara sepupu & teman-teman kampus. 


Perjalanan dilanjutkan ke “Seoul Tower”.  Namun, sebelumnya saya sempatkan diri berfoto ria saat menunggu bus menuju tempat wisata tersebut. 


Ada Oppa juga tuh yang lagi menunggu bus di belakang sana, hehe...

Alhamdulillah, setelah beberapa waktu di dalam bus, akhirnya kami tiba di tempat tujuan. 

Saya tidak menyangka bahwa perjalanan menuju “Seoul Tower” harus dilalui dengan mendaki. 

Yah, sementara saya & Amel menggunakan alas kaki yang cukup tinggi (dasar orang Indonesia). 


Suatu saat jika kami kembali lagi ke sana (maunya, hehe) saya berikrar akan menggunakan sepatu sport atau sandal gunung :D :D


Ini foto kami ketika berada tepat di depan gembok cinta Seoul Tower.




Wajah sudah pucat :D
Mungkin kursi kayunya sengaja didesain seperti itu, hehe ...


Amel iseng sendiri 

Amel juga mendapat tugas sebagai fotografer Dr. Gusnawaty & Dr. Ery. 

Ibu-ibu cantik ini gak sadar kalau saya diam-diam juga menjepret mereka.




Selain itu, saya juga membeli pernak-pernik baju Hanbok di Seoul Tower yang terbuat dari kertas. 

Ini baju hanbok yang sudah saya bingkai untuk hiasan dinding rumah.


Saya lupa menyampaikan pada postingan sebelumnya bahwa ketika pertama kali tiba di Korea, saya & Amel mengalami masalah perut. 

Mungkin karena golongan darah kami O, golongan darah O memang terkenal dengan masalah perutnya.


Hal lain yang mungkin menyebabkan masalah perut itu adalah karena cuaca Korea yang cukup ekstrim alias tidak menentu, yaitu cuaca panas tetapi hembusan anginnya sangat dingin kemudian hujan + angin kencang. 


Kemungkinan kami mengalami masuk angin ditambah lagi dengan jenis "makanan baru", yang mungkin masih berusaha beradaptasi di dalam perut. 


Ini makanan yang pertama kali kami cicipi ketika tiba di Hotel Lotte.

Kim Mari, makanan rakyat khas Korea Selatan

Selain masalah perut, saya & Amel juga mengalami masalah kulit, khususnya pada bagian bibir yang pecah-pecah parah. 

Bahkan, saya merasa sangat susah untuk tersenyum karena bibir benar-benar kering & terasa perih saat itu. 


Jadi, handbody, pelembab wajah, dan pelembab bibir memang harus selalu ada di dalam tas, khususnya saat berpergian di musim panas.
  

Baca juga:

Semoga blog ini dapat menjadi media berbagi pengetahuan & pengalaman pribadi yang memberikan informasi, inspirasi, dan hiburan kepada teman-teman sekalian. 

#Hanya ingin berbagi pengetahuan & pengalaman hidup 

Comments

Popular posts from this blog

Review: Natur-E Advanced & Natur-E 300-IU

Kulit Lembab, Segar, dan Glowing dengan Natur-E Apa kabar … (Tidak tahu mengapa akhir-akhir ini saya hobi sekali me- review “sesuatu”) Memang ada keuntungannya? Mungkin …   :D (masih rahasia) So … Pada kesempatan sebelumnya, saya sudah me- review "Handbody Citra Mangir Jawa & Anggur India" . Kali ini saya ingin sekali membagi pengalaman positif tentang Vitamin Kulit Natur-E Advanced & Natur-E 300-IU . Friends, di awal kuliah S1 (sekitar tahun 2009) saya pernah mengonsumsi Natur-E 100-IU (warna hijau). (Kalau tidak salah zaman itu memang Natur-E hanya punya satu varian). Namun, saya kurang teratur mengonsumsinya. Maklum, waktu itu kesadaran untuk merawat kulit belum seperti sekarang ini (wkwkwk). Nah, di zaman now , saat perkembangan teknologi informasi sudah sedemikian mudahnya diakses, maka info seputar pentingnya menjaga kesehatan kulit pun mudah sekali didapatkan. Selain itu , sebagai wanita Indonesia yang ting

Pengalaman Terkena Penyakit Kulit Sarampa

Sarampa, Penyakit Apa Itu? dok. pribadi Assalamu Alaikum Friends … Pada postingan kali ini saya ingin berbagi pengalaman terkena penyakit kulit bernama Sarampa . Sepanjang perjalanan hidup (dramatis dikit), pertama kalinya di bulan April 2019 saya mengalami gatal yang sangat, sangat luar biasa pada sekujur tubuh. Awalnya saya pikir semua itu disebabkan oleh ulat bulu karena sudah seminggu, hewan imut tersebut berwara-wiri di halaman & di dalam rumah. Saya juga heran mengapa hewan kecil tersebut tiba-tiba saja berseliweran, bukan hanya di rumah saya tetapi di rumah tetangga-tetangga yang lain. Ilustrasi wabah ulat bulu Jangan-jangan kami terkena wabah ulat bulu :D Baca Juga: 4 Karakter Pria Yang Diidamkan Wanita Di sisi lain, saya juga menduga-duga bahwa gatal yang saya alami bukan hanya disebabkan oleh ulat bulu, melainkan karena saya baru saja mengganti produk sabun cair. Mungkin kandungan bahan di dalamnya tidak cocok dengan k

Keloid (Pengalaman Suntik Keloid di Rumah Sakit) (7)

Alhamdulillah, Keloid Itu Akhirnya Sembuh  Dalam tulisan kali ini saya ingin menghidangkan dan membagi pengalaman tentang  proses penyembuhan  masalah kulit yang saya alami, yaitu  KELOID. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya  menyebut keloid  ini semacam  daging yang tumbuh  di bekas luka, misalnya: bekas cacar air, bekas gigitan nyamuk yang digaruk hingga menyebabkan lecet, bekas luka karena terjatuh, bekas luka bakar, dsb.  Untuk lebih jelasnya, berikut ini gambar keloid yang tumbuh di dada saya. Keloid yang tumbuh di bagian dada tersebut berawal dari cacar air yang saya alami pada tahun 2002 . Sebagai anak berusia 11 tahun yang penuh dengan rasa penasaran, saya selalu memperhatikan cacar air tersebut & akhirnya tergoda untuk menyentuh, memencet, dan mengorek-ngorek cacar air yang sudah mulai mengering itu.  Alhasil, bukannya sembuh atau kempes, bekas cacar air tersebut malah menimbulkan masalah baru, yaitu  keloid. Bisa jadi saat itu kuku saya